Jumat, 15 November 2013

Tulisan Fragile

FRAGILE! Awas Hati – Hati
Tulisan semacam diatas biasanya ditempel pada kardus atau barang – barang yang dibawa dalam bagasi pesawat. Tentu saja, jika petugas bagian bagasi mendapati tulisan seperti itu, maka dia akan dengan sangat hati – hati memperlakukannya. Bisa jadi, kardus itu isinya kaca, barang mudah pecah, barang mudah remuk atau benda lain yang rapuh.
Di sekeliling kita tentu saja, juga ada orang – orang yang fragile , ketika bertemu dengan orang itu kita akan sedemikian hati – hatinya, jangan sampai menyinggung atau menyakiti perasaannya. Ya..terlalu mudah tersinggung atau juga terlalu mudah marah, bahkan juga bisa terlalu mudah berprasangka. Bagus, kalo prasangkanya baik – baik, nah bagaimana kalo prasangkanya buruk ke kita?

Jangan sampai, diantara kita ada yang melabeli diri kita dengan istilah fragile tersebut. Hal ini, akan membuat pola interaksi kita dengan orang lain menjadi tidak nyaman. Karena, orang lain tidak bebas untuk berekspresi apa saja ke kita. Mereka akan berpikir beberapa kali sebelum sebuah tatanan kalimat meluncur dari mulutnya. Ketika berbicara, mereka tidak akan sembarang bicara, tapi bahkan bisa jadi, didalam otaknya berpikir. Kalo saya bilang begini, bagaimana ya perasaannya si A, kalo begitu kira – kira reaksinya bagaimana ya?
Orang yang fragile akan merasakan seluruh kalimat yang diucapkan oleh orang lain. Kalimat yang baik, bisa diterima dengan tidak baik. Maksud baik bisa diterima sebaliknya. Coba saja sekarang dipikir, di dunia ada milyaran manusia dengan berbagai macam sudut pandang dan tingkah laku, kalo kita terlalu merasakan apa yang mereka ucapkan, wah..kayanya waktu kita bakalan habis untuk merasakan omongan orang.
Saya berprinsip, bahwa semua orang itu baik. Jika ada yang bertolak belakang dengan saya, itu disebabkan oleh kepentingan kami yang berbeda. Karena saya kuliah ilmu politik, maka familiar sekali dengan statemen “di dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang ada hanyalah kepentingan yang abadi.” Ketika kepentingannya sama, bahkan yang lawan bisa jadi kawan dan sebaliknya. Maka, salah satu tips penting untuk mengindarkan diri dari labelling fragile pada diri kita adalah, kita coba ketahui apa yang menjadi maksud dan kepentingan orang ketika berbicara dengan kita. Lakukan ini, ketika kita merasa apa yang dibicarakan, “tidak enak dirasakan” oleh hati dan “tidak enak didengar” kuping kita. Kembalikan saja ke nilai obyektif, kalo memang masukannya baik, sepahit apapun telan dan terima. Tapi kalo tidak sesuai tujuan dan kepentingan kita, ucapkan terima kasih dan lupakan. Tidak perlu kita pikir – pikir lagi, karena akan menghabiskan energi positif kita.
Perlu digaris bawahi, yang saya maksud adalah materi pembicaraan bukan cara penyampaian masukan ya.
Beginilah serunya interaksi manusia yang punya akal, perasaan dan kepentingan. Ketiganya akan sekaligus dipakai ketika kita berhubungan sosial, nah..PR besarnya adalah, bagaimana jika ternyata ada perbedaan kepentingan yang mendasar? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar