Jumat, 26 Agustus 2011

Rival itu Tidak Ada

Saya berani bertaruh, bahwa hampir disetiap buku tahunan SMA yang ada di Indonesia,pasti ada saja lulusannya yang mencantumkan cita – cita sebagai orang sukses! Hehehe, tentunya disamping cita – cita masuk surga, atau mencita – citakan untuk menjadi profesi tertentu. That’s good! Well, saya bisa menyimpulkan bahwa everybody loves to win, tapi tidak segitu saja..statement berikutnya adalah but how many people loves to train? Secara komplit, maka statement ini akan menjadi..everybody loves to win, but how many of them loves to train?? Hampir semua orang senang menjadi menang (yang saya artikan sebagai sukses), tapi berapa banyak diantara mereka yang senang untuk berlatih (meng-upgrade diri)? Suksesnya suka, tapi..berapa banyak sih yang mau untuk usaha lebih..yang mau sholat tahajud bangun jam 1 pagi, sholat hajad, puasa daud, rajin ke gereja, gemar sedekah, zakat, belajar, ikut les ini itu..menerima saran dan kritik and so on..
Some of us, kadang telat menyadari keharusan untuk usaha lebih ini, baru sadar setelah kompetitor leading..baru nyesel setelah ngalamin kenyataan bahwa kita ada dibarisan terakhir, patah arang, give up..dalam istilah saya, mental pecundang! Sorry J
Saya kebangun jam 11 malam tadi, dilanjuta dengan smsan sebentar dengan teman saya yang sedang sakit dan ngga bisa tidur sampe sekarang..jam 1 pagi. Setelah bbm @andin123, asisten program saya di Jogja Pagi untuk sedikit sharing ide, tiba – tiba saya puny ide untuk bikin note. Saya pengen sharing, bagaimana saya berusaha untuk menumbuhkan kenyamanan dalam battle-field dan bagaimana saya harus mengusahakan diri untuk tetap tenang menghadapi kompetitor.
Saya dulu, adalah seseorang yang sangat ambisius untuk mengalahkan orang lain, bagi saya menjadi juara 1 adalah diatas segalanya. Dengan mengusung sportivitas, saya ibaratnya..akan maju digaris depan dan menantang semua orang yang menurut saya adalah rival! Hehehe, ngeri ya? Setiap bertemu dengan rival saya, bawaannya saya ngga santai..saya selalu merasa terancam, dan curious “kira – kira dia punya strategi apa ya?”, “perkembangan dirinya sekarang apa ya?” dan seterusnya. Intinya, saya ribet untuk ngurusin hidupnya..dan hidup saya sendiri. Hahaha..sangat tidak efektif. Pola yang seperti ini, membuat saya kehabisan tenaga 2x lebih cepat, 2x mikir, gampang stress, gampang kena maag dan selalu merasa tertekan! Padahal, ketika kita dalam kondisi tertekan…decision-making-process kita akan menajadi tidak optimal, analisa menjadi kurang holistik dan tindakan kita terburu – buru. In short, that’s not good! J
For years, saya terus berpikir untuk merubah pola ini..bagaimana seharusnya, saya merasa nyaman dalam battle-field, bertemu dengan rival saya, bersikap tenang menghanyutkan serta harus tetap tertawa walaupun kalah.
Untuk pertama kalinya, pada suatu waktu.. saya melakukan analisa diri. Saya sadari betul apa yang menjadi kelemahan saya, apa yang menjadi kelebihan saya. Apa potensi saya. Siapa saja yang mendukung saya. Saya lakukan self-acceptance, penerimaan diri. Semua hal yang melekat pada diri saya, termasuk kekurangan dan kelebeihan saya adalah anugerah dari Tuhan. Dalam hal ini, otak kiri yang bekerja. Padahal kita punya 2 otak, kiri dan kanan. Saya eksplor otak kanan saya, saya gerakkan hati saya. Saya mulai membaca buku – buku agama, kemudian saya sadar..”ohh,sholat wajib harus lengkap!”, “Oh..puasa senin – kamis funsginsya begini”, “Sholat tahajud itu manfaatnya ini..”, “Sedekah itu gunanya ini..”, dan seterusnya. Sebelum mengkombinasikan keduanya, saya tumbuhkan kepercayaan dan keyakinan dalam diri saya bahwa “Tuhan akan selalu berada dijalan hambaNya yang akan melakukan kebaikan dan manfaat!”. Disini kemudian muncul pertanyaan, apa manfaatnya kalo saya sukses? Jawaban saya adalah saya akan membuat keluarga saya bangga. Kemudian agak lama saya berpikir, trus kalo keluarga saya bangga trus kenapa? Mmm..,saya akan mendapatkan pahala, karena menyenangkan hati mereka. Trus kalo udah begitu gimana? Selesai. Krik krik krik…kok kurang yaa..
Dalam konsep agama yang saya anut, kami mengenal istilah “Hablum Minallah, Hablum Minannas”. Hablum Minallah,hubungan manusia dengan Allah, simple..saya pengen mengoptimalkan segala macam kelabihan saya, mengupgrade kelemahan saya, karena saya telah dipercaya oleh Allah untuk potensi itu, dan saya tidak mau menyia – nyiakannya. Hablum Minannas, hubungan manusia dengan manusia. Manusia itu banyak. Saya mulai merubah arah sukses saya tidak hanya untuk inner circle saya, yakni “Me-Family-Bestfriends” saja, tetapi saya harus bisa menginspirasi orang lain. Dengan saya sukses duluan, orang akan tau buktinya..setelah terbukti, orang akan percaya means saya akan lebih mudah mengajak orang lain yang tidak saya kenal secara personal untuk moving on, maju dan sukses.
Konsep expanding horizon dengan merubah alasan kenapa saya harus sukses dan merubah arah atau objek sukses saya ini, membuat saya lebih tenang dalam menjalani 'battle-field'. Saya kemudian menyimpulkan bahwa, sebenernya kita tidak pernah punya musuh atau rival. Musuh atau rival atau apapunlah sebutannya, adalah sebuah istilah yang muncul dari dalam diri kita sendiri karena kita merasa inferior, karena kita merasa kalah. Ingat, tolok ukur diri kita, ya kita sendiri, bukan orang lain. Disinilah letak pentingnya, self-acceptance yang saya maksud tadi. Terima kekurangan dan kelebihan kita, lakukan upgrade diri..agar kita bisa mengeluarkan self best, kemampuan yang terbaik yang kita bisa berikan. Dengan mengeluarkan self best, ketika kita belum berhasilpun kita akan tetap merasa puas, dan terhindar dari statement pecundang. In short, saya tidak pernah punya musuh, all I have to do is..melakukan self-best! bukan perang ;) Mmm..saya percaya Tuhan selalu menciptakan happy ending, kalo yang saya dapat sekarang bukan happy ending, ya..berarti ini belum berakhir, hehehe. Setuju?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar